Jawaban:
a. Wajib Pajak tidak melakukan kewajiban untuk tidak mengalihkan Harta ke luar
wilayah NKRI dan/atau tidak melaksanakan pengalihan harta dan investasi ke
dalam wilayah NKRI.
Contoh 1. Tuan A mengikuti Pengampunan Pajak dengan rincian
Harta di dalam Surat Pemyataan sebagai berikut:
Harta bersih tambahan
|
Nilai
|
Berada
di dalam NKRI
|
Rp.
12 Miliar
|
Berada
di luar wilayah NKRI dan tidak dialihkan ke dalam wilayah NKRI
|
Rp.
50 Juta
|
Informasi
pelaksanaan Pengampunan Pajak sebagai berikut:
1
September 2016
|
Penyampaian
Surat Pernyataan ke KPP
|
13
September 2016
|
Diterbitkan
Surat Keterangan
|
1
Desember 2018
|
Diketahui
Tuan A membeli apartemen di luar negeri dari Harta tambahan yang berada di
dalam NKRI
|
Berdasarkan
informasi di atas, besarnya dasar pengenaan Pajak Penghasilan dihitung sebagai
berikut:
Harta
Bersih tambahan berada di dalam NKRI
|
Rp.
12 Miliar
|
Harta
Bersih tambahan berada di luar NKRI dan tidak dialihkan ke dalam wilayah NKRI
|
Rp.
50 Juta
|
Dasar
Pengenaan Pajak Penghasilan
|
Rp.
12,05 Miliar
|
Contoh 2. Nyonya
B mengikuti Pengampunan Pajak dengan rincian Harta di dalam Surat Pernyataan
sebagai berikut:
Harta bersih tambahan
|
Nilai
|
Berada
di dalam NKRI
|
Rp.
1 Miliar
|
Berada
di luar wilayah NKRI dan akan dialihkan dan diinvestasikan ke dalam wilayah
NKRI
|
Rp.
5 Miliar
|
Informasi
pelaksanaan Pengampunan Pajak sebagai berikut:
30
September 2016
|
Penyampaian
Surat Pernyataan ke KPP
|
11
Oktober 2016
|
Diterbitkan
Surat Keterangan
|
31
Desember 2016
|
Harta tersebut sampai dengan batas waktu belum sepenuhnya
dialihkan ke dalam wilayah NKRI
|
s.d.
31 Maret 2017
|
Tidak ada penyampaian Surat Pernyataan kedua maupun ketiga
untuk menyatakan perubahan dari yang semula akan mengalihkan Harta ke dalam
wilayah NKRI menjadi tidak mengalihkan Harta ke dalam wilayah NKRI
|
Berdasarkan
informasi di atas, besarnya dasar pengenaan Pajak Penghasilan dihitung sebagai
berikut:
Harta
Bersih tambahan berada di dalam NKRI
|
Rp.
1 Miliar
|
Harta
Bersih tambahan berada di luar wilayah NKRI dan akan dialihkan dan
diinvestasikan ke dalam wilayah NKRI
|
Rp.
5 Miliar
|
Dasar
Pengenaan Pajak Penghasilan
|
Rp.
6 Miliar
|
Contoh 3. Tuan C
mengikuti Pengampunan Pajak dengan rincian Harta di dalam Surat Pernyataan
sebagai berikut:
Harta bersih tambahan
|
Nilai
|
Berada
di dalam NKRI
|
Rp.
3 Miliar
|
Berada
di luar wilayah NKRI dan akan dialihkan dan diinvestasikan ke dalam wilayah
NKRI
|
Rp.
10 Miliar
|
Informasi
pelaksanaan Pengampunan Pajak sebagai berikut:
9
September 2016
|
Penyampaian
Surat Pernyataan ke KPP
|
16
September 2016
|
Diterbitkan
Surat Keterangan
|
31
Desember 2016
|
Rp.10 miliar telah dialihkan sepenuhnya dan
diinvestasikan ke dalam wilayah NKRI.
|
1
Maret 2018
|
Tuan C mengalihkan Rp. 1,5 miliar ke luar wilayah NKRI,
sehingga tidak memenuhi ketentuan untuk menginvestasikan Harta tersebut
selama 3 (tiga) tahun di dalam wilayah NKRI.
|
Berdasarkan
informasi di atas, besarnya dasar pengenaan Pajak Penghasilan dihitung sebagai
berikut:
Harta
Bersih tambahan berada di dalam NKRI
|
Rp.
3 Miliar
|
Harta
Bersih tambahan berada di luar wilayah NKRI dan akan dialihkan dan
diinvestasikan ke dalam wilayah NKRI
|
Rp.
10 Miliar
|
Dasar
Pengenaan Pajak Penghasilan
|
Rp.
13 Miliar
|
b. Wajib Pajak mengikuti Pengampunan Pajak namun belum atau kurang
mengungkapkan Harta Bersih dalam Surat Pernyataan.
Contoh 4. Tuan D mengikuti Pengampunan Pajak dengan
informasi sebagai berikut:
Harta bersih tambahan
|
Nilai
|
Berada
di dalam NKRI
|
Rp.
1 Miliar
|
Berada
di luar wilayah NKRI dan akan dialihkan dan diinvestasikan ke dalam wilayah
NKRI
|
Rp.
400 juta
|
Informasi
pelaksanaan Pengampunan Pajak sebagai berikut:
10
Maret 2017
|
Penyampaian
Surat Pernyataan ke KPP
|
20
Maret 2017
|
Diterbitkan
Surat Keterangan
|
9
Agustus 2019
|
Direktur Jenderal Pajak menemukan data dan/atau informasi
mengenai Harta berupa tanah dan bangunan yang diperoleh tahun 2010 yang belum
diungkapkan dalam Surat Pernyataan.
|
Berdasarkan
nilai dari hasil penilaian Direktur Jenderal Pajak, besarnya dasar pengenaan
Pajak Penghasilan dihitung sebagai berikut:
Nilai
Harta berupa tanah dan bangunan pada tanggal 31 Desember 2015
|
Rp.
20 Miliar
|
Sisa
pokok Utang terkait Harta pada tanggal 31 Desember 2015
|
Rp.
12 Miliar
|
Dasar
Pengenaan Pajak Penghasilan
|
Rp.
8 Miliar
|
c. Wajib Pajak tidak mengikuti Pengampunan Pajak namun Direktur Jenderal Pajak
menemukan data dan/atau informasi terkait dengan Harta yang belum dilaporkan
dalam SPT PPh.
Contoh 5. Tuan E tidak mengikuti Pengampunan Pajak dan
diketahui informasi sebagai berikut:
31 Desember 2015
|
Tuan
E memiliki rekening tabungan senilai Rp. 4 miliar namun belum dilaporkan
dalam SPT PPh
|
30
April 2018
|
Direktur
Jenderal Pajak menemukan data dan/atau informasi mengenai Harta berupa
rekening tabungan tersebut yang pada tanggal 30 April 2018 memiliki nilai Rp.
4,5 miliar.
|
Dasar
Pengenaan Pajak
|
Sebesar
saldo tabungan pada akhir Tahun Pajak Terakhir yaitu Rp. 4 miliar
|
d. Harta bersih yang tidak mencerminkan penghasilan dari Tahun Pajak Terakhir.
Contoh 6. PT ABC yang terdaftar sebagai Wajib Pajak sejak
tanggal 2 Januari 2014 melaporkan SPT PPh Terakhir tanggal 30 Agustus 2016 dan
menyampaikan Surat Pernyataan pada tanggal 1 September 2016. Surat Keterangan
diterbitkan pada tanggal 9 September 2016.
Harta
Bersih
|
SPT
PPh Tahun 2014 dilaporkan tanggal 30 April 2015)
|
SPT
PPh Tahun 2015 (dilaporkan tanggal 30 Agustus 2016)
|
Harta
Bersih:
|
||
|
Rp.
1,5 Miliar
|
Rp.
3 Miliar
|
|
Rp.
1 Miliar
|
Rp.
1 Miliar
|
|
Rp.
2 Miliar
|
Rp.
2 Miliar
|
|
Rp.
0
|
Rp.
500 Juta
|
Total
Harta Bersih
|
Rp.
4,5 Miliar
|
Rp.
6,5 Miliar
|
Posisi
Saldo
|
Rp.
250 Juta
|
Rp.
300 Juta
|
Penghasilan
Neto 2015
|
Rp.
1,5 Miliar
|
Penghitungan dasar pengenaan Pajak Penghasilan
sebagai berikut:
Total
Harta Bersih 2015
|
Rp.
6,5 Miliar
|
Total
Harta Bersih 2014
|
Rp.
4,5 Miliar
|
Penambahan
Harta Bersih 2015
|
Rp.
2 Miliar
|
Penghasilan
Neto 2015
|
Rp.
1,5 Miliar
|
Selisih
antara penambahan Harta Bersih 2015 dengan Penghasilan Neto 2015
|
Rp.
500 Juta
|
Setoran
Modal 2015
|
Rp.
50 Juta
|
Dasar
Pengenaan Pajak
|
Rp.
450 Juta
|
e. Kesalahan penerapan tarif uang tebusan
Contoh 7. Tuan F peredaran usahanya dibawah Rp. 4,8 miliar,
mengikuti Pengampunan Pajak dengan informasi di dalam Surat Pernyataan sebagai
berikut:
Harta bersih tambahan di dalam NKRI: Mobil
|
Rp.
300 Juta
|
Uang
Tebusan (0,5% x Rp300 juta)
|
Rp.
1,5 Juta
|
Informasi
pelaksanaan Pengampunan Pajak sebagai berikut:
10
Oktober 2016
|
Penyampaian
Surat Pernyataan ke KPP
|
20
Oktober 2016
|
Diterbitkan
Surat Keterangan
|
6
Desember 2017
|
Direktur Jenderal Pajak menghitung total harta yang
dimiliki lebih dari Rp. 10 miliar, sehingga seharusnya menggunakan tarif
2%.
|
29
Desember 2017
|
Diterbitkan surat klarifikasi kepada Tuan F untuk
melakukan pelunasan atas kekurangan pembayaran Uang Tebusan tersebut.
|
11
Januari 2018
|
Tuan F tidak melakukan Pelunasan sehingga Direktur
Jenderal Pajak menerbitkan Surat Pembetulan atas Surat Keterangan.
|
Isi
Surat Keterangan, Surat Pembetulan atas Surat Keterangan dan penghitungan dasar
pengenaan Pajak Penghasilan sebagai berikut:
Surat Keterangan
|
Surat Pembetulan atas Surat
Keterangan
|
||
Uang Tebusan
(Tarif 0,5%)
|
Nilai Harta Bersih per
Akhir Tahun Pajak Terakhir
|
Uang Tebusan
(Tarif 2%)
|
Nilai Harta Bersih per
Akhir Tahun Pajak Terakhir
|
Rp.
1,5 Juta
|
Rp.
300 Juta
|
Rp.
1,5 Juta
|
Rp.
75 Juta
|
Tidak
dilunasi (Dasar Pengenaan Pajak)
|
Rp.
225 juta
|
||
Total
|
Rp.
300 Juta
|
Total
|
Rp.
300 Juta
|
f.
Kesalahan penghitungan uang tebusan
Contoh 8. Tuan G mengikuti Pengampunan Pajak dengan
informasi di dalam Surat Pernyataan sebagai berikut:
Harta
Tambahan:
|
|
|
Rp.
3 Miliar
|
|
Rp.
750 Juta
|
Utang
terkait Harta:
|
|
|
Rp.
2 Miliar
|
|
Rp.
0
|
Total
Harta Bersih
|
Rp.
1,75 Juta
|
Uang
Tebusan (Tarif 2%)
|
Rp.
35 Juta
|
Informasi
pelaksanaan Pengampunan Pajak sebagai berikut:
1
September 2016
|
Penyampaian
Surat Pernyataan ke KPP
|
9
September 2016
|
Diterbitkan
Surat Keterangan
|
1
Desember 2016
|
Direktur Jenderal Pajak menemukan kesalahan penghitungan
Harta Bersih dalam Surat Keterangan (Utang melebihi 50% atas Harta berupa
tanah) sehingga diterbitkan surat klarifikasi untuk melakukan Pelunasan atas
kekurangan Pembayaran Uang Tebusan.
|
20
Desember 2016
|
Tuan G tidak melakukan Pelunasan sehingga Direktur
Jenderal Pajak menerbitkan Surat Pembetulan atas Surat Keterangan.
|
Penghitungan
Uang Tebusan seharusnya menjadi:
Surat
Keterangan
|
Seharusnya
|
|
Harta
Tambahan:
|
||
|
Rp.
3 Miliar
|
Rp.
3 Miliar
|
|
Rp.
750 Juta
|
Rp.
750 Juta
|
Utang
terkait Harta:
|
||
|
Rp.
2 Miliar
|
Rp.
1,5 Miliar
|
|
Rp.
0
|
Rp.
0
|
Total
Harta Bersih
|
Rp.
1,75 Miliar
|
Rp.
2,25 Miliar
|
Uang
Tebusan (Tarif 2%)
|
Rp.
35 Juta
|
Rp.
45 Juta
|
Tuan G diklarifikasi untuk membayar kekurangan
Uang Tebusan sebesar Rp. 10 juta (Rp. 45 juta – Rp. 35juta). Sampai dengan
batas waktu yang ditentukan, kekurangan tersebut tidak dilunasi. Sehingga dasar
pengenaan Pajak dihitung sebagai berikut:
Nilai
Harta Bersih per Akhir Tahun Pajak Terakhir dalam Surat Pembetulan atas Surat
Keterangan
|
Rp.
2,25 Miliar
|
Nilai
Harta Bersih per Akhir Tahun Pajak Terakhir dalam Surat Keterangan
|
Rp.
1,75 Miliar
|
Dasar
Pengenaan Pajak Penghasilan
|
Rp.
500 Juta
|
0 Response to "contoh Dasar Pengenaan PPh atas Penghasilan berupa Harta Bersih yang diperlakukan atau dianggap sebagai penghasilan PP 36 Tahun 2017"
Posting Komentar